Wayang
Topeng Malang-an (Asmoro Bangun) Dusun Kedung Monggo
Dusun Kedung Monggo terletak di desa Karang Pandan, Kecamatan Pakisaji. Terletak 11 km dari alun-alun kota malang ke arah selatan. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dusun Kedung Monggo dikenal sebagai desa para seniman Wayang Topeng Malangan dan seniman pengrajin Topeng Malangan . Hingga saat ini masih eksis dalam berkesenian Wayang Topeng. Masyarakat dusun Kedung Monggo masih kuat dalam memegang tradisi para leluhur mereka, salah satunya adalah ritual di “Punden” (awal pemukiman). Setiap senin legi pada bulan sura orang-orang berkumpul di sana mengadakan “Barikan” yang artinya berdoa bersama dan saling tukar menukar makanan.
Kedung Monggo memiliki arti (kedung)
sungai yang dalam, dan “silakan” (Monggo). Sungai yang mengelilingi dusun ini
bernama sungai Metro. Menurut cerita banyak orang yang tenggelam disana ketika
banjir datang karena sungainya cukup dalam. Tetapi ada kepercayaan lain yang
dianut oleh masyarakat disana akan sungai Metro tersebut. Diercayai masyarakat
pada zaman dahulu hidup seekor ikan yang bernama “Monggo”, ikan tersebut hidup
tetapi tidak punya daging, hanya tulang dan kepala
Sejarah
Kesenian Topeng
Kesenian Topeng Malangan ini sudah ada semenjak kerajaan Majapahit berdiri. Awal dari Kesenian Topeng Malangan ini yaitu berawal dari seorang abdi dalem ukir kabupaten Malang, yang bernama Condro atau dikenal dengan Mbah Reny beliau tinggal di Polowijen Blimbing. Diketahui pula, Gunawan seorang kurir pengantar surat, yang bekerja pada Nyonya Belanda bernama Ny. Yolis. Dia adalah mantan abdi dalem bupati yang pernah belajar menari pada kanjeng Surya. Setelah Ny. Yolis meninggal, Gunawan mengikuti anak dari Ny. Yolis yang bernama Van der Khol di desa Blado kecamatan Ngajum. Setelah Van der Khol meninggal dia bersama anaknya Marwan pindah ke Bangelan Kromengan. Disana ia bersama anaknya mendirikan kelompok Wayang Topeng yang salah satu penarinya dari dusun Kedung Monggo yang bernama Serun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar